Main Index: Indonesian (Terjemahan Baru)
Pengkhotbah 1
[1]
[2]
[3]
[4]
[5]
[6]
[7]
[8]
[9]
[10]
[11]
[12]
1:1 Inilah perkataan Pengkhotbah, anak Daud, raja di Yerusalem.
1:2 Kesia-siaan belaka, kata Pengkhotbah, kesia-siaan belaka, segala sesuatu adalah sia-sia.
1:3 Apakah gunanya manusia berusaha dengan jerih payah di bawah matahari?
1:4 Keturunan yang satu pergi dan keturunan yang lain datang, tetapi bumi tetap ada.
1:5 Matahari terbit, matahari terbenam, lalu terburu-buru menuju tempat ia terbit kembali.
1:6 Angin bertiup ke selatan, lalu berputar ke utara, terus-menerus ia berputar, dan dalam putarannya angin itu kembali.
1:7 Semua sungai mengalir ke laut, tetapi laut tidak juga menjadi penuh; ke mana sungai mengalir, ke situ sungai mengalir selalu.
1:8 Segala sesuatu menjemukan, sehingga tak terkatakan oleh manusia; mata tidak kenyang melihat, telinga tidak puas mendengar.
1:9 Apa yang pernah ada akan ada lagi, dan apa yang pernah dibuat akan dibuat lagi; tak ada sesuatu yang baru di bawah matahari.
1:10 Adakah sesuatu yang dapat dikatakan: “Lihatlah, ini baru!”? Tetapi itu sudah ada dulu, lama sebelum kita ada.
1:11 Kenang-kenangan dari masa lampau tidak ada, dan dari masa depan yang masih akan datangpun tidak akan ada kenang-kenangan pada mereka yang hidup sesudahnya.
1:12 Aku, Pengkhotbah, adalah raja atas Israel di Yerusalem.
1:13 Aku membulatkan hatiku untuk memeriksa dan menyelidiki dengan hikmat segala yang terjadi di bawah langit. Itu pekerjaan yang menyusahkan yang diberikan Allah kepada anak-anak manusia untuk melelahkan diri.
1:14 Aku telah melihat segala perbuatan yang dilakukan orang di bawah matahari, tetapi lihatlah, segala sesuatu adalah kesia-siaan dan usaha menjaring angin.
1:15 Yang bongkok tak dapat diluruskan, dan yang tidak ada tak dapat dihitung.
1:16 Aku berkata dalam hati: “Lihatlah, aku telah memperbesar dan menambah hikmat lebih dari pada semua orang yang memerintah atas Yerusalem sebelum aku, dan hatiku telah memperoleh banyak hikmat dan pengetahuan.”
1:17 Aku telah membulatkan hatiku untuk memahami hikmat dan pengetahuan, kebodohan dan kebebalan. Tetapi aku menyadari bahwa hal inipun adalah usaha menjaring angin,
1:18 karena di dalam banyak hikmat ada banyak susah hati, dan siapa memperbanyak pengetahuan, memperbanyak kesedihan.